Kami Melayani Jasa Servis Atau Perbaikan Untuk Mesin Kopi berbagai Merk Seperti Seico,Gino,Vibm,dll, Kami Juga Menjual Peralatan Pendukung Untuk Mesin Kopi, Seperti Blender, Grinder, Mixer,Gratcho Whipper, Cream Whipper, Kopi Arabika, Robusta,Kopi Luwak,Powder, Syrup flavour, Dan Peralatan Pendukung Lainnya,
service, maintenance mesin kopi
jasa service, perbaikan, maintenance, mesin kopi berbagai Merk Seperti Seico,Gino,Vibm,dll.Hubungi kami di 021 95757317- 085288134123 - 083894929433
Kamis, 19 September 2013
Mari Mengenal Jenis Kopi Kelas Dunia
Setelah mengenal sejarah tentang kopi
di dunia dan negeri sendiri (Indonesia), masih ada yang kurang rupanya,
dan jangan terlampau cepat mengaku sebagai penikmat kopi kalau kita
belum mengenal jenis-jenis kopi dan penyajiannya, lalu seperti apa
memilih kopi yang baik, aroma kopi yang segar, ataupun cara
penyajiannya.
Jenis Kopi Kelas Dunia
1. Kopi arabika (arabica coffee)
Kopi yang berasal dari Brasil dan Etiopia
ini menguasai 70 persen pasar kopi dunia. Kopi arabika memiliki banyak
varietas, tergantung negara, iklim, dan tanah tempat kopi ditanam. Anda
bisa menemukan kopi toraja, mandailing, kolumbia, brasilia, dan lain
sebagainya. Antara kopi arabika yang satu dan yang lain punya perbedaan
rasa.
Berikut ciri-ciri kopi arabika:
- Aromanya wangi sedap mirip percampuran bunga dan buah. Hidup di daerah yang sejuk dan dingin.
- Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta.
- Memiliki bodi atau rasa kental saat disesap di mulut.
- Rasa kopi arabika lebih mild atau halus.
- Kopi arabika juga terkenal pahit.
- Harganya sekitar Rp 32.000 per kg.
Arabica sendiri masih terbagi lagi
menjadi 2, yaitu commercial arabica dan specialty arabica. Commercial
arabica adalah arabica ‘pasaran’ yang walaupun grade’nya lebih tinggi
dari robusta, tapi tidak memiliki rasa specific yang unik. Sementara
specialty arabica HANYA dihasilkan oleh Indonesia. Commercial arabica
mendominasi dunia dengan 63%, yang terutama dihasilkan di Columbia dan
Brazil. Sementara specialty arabica hanya mengisi 7%. Ada 7 macam kopi
arabica, 6 di antaranya dihasilkan oleh Indonesia, dan hanya 1
dihasilkan oleh Jamaica yang sangat terkenal dengan nama Blue Mountain.
Kopi Blue Mountain yang asli memang cukup mahal, mantap dan enak.
Adapun 6 jenis kopi arabica Indonesia
adalah: Gayo di Aceh, Mandheling di Sumatera Utara, Java di Jawa
(terutama Jawa Timur), Kintamani di Bali, Toraja di Sulawesi dan jenis
baru Mangkuraja dari Bengkulu. Toraja sendiri sering juga disebut dengan
Kalosi Toraja, Mandheling kadang ditulis dengan Mandailing. Ada juga
orang yang menggolongkan Gayo dan Mandheling menjadi satu yaitu Sumatra
Coffee, seperti penggolongan yang dilakukan oleh Starbucks.
Kita patut berbangga bahwa Indonesia
merupakan penghasil the best Arabica coffee di dunia, walaupun bukan
penghasil Arabica terbesar di dunia.
2. Kopi robusta
Menguasai 30 persen pasar dunia. Kopi ini
tersebar di luar Kolumbia, seperti di Indonesia dan Filipina. Sama
seperti arabika, kondisi tanah, iklim, dan proses pengemasan kopi ini
akan berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit
banyak juga berbeda.
Ciri-ciri kopi robusta:
- Memiliki rasa yang lebih seperti cokelat.
- Bau yang dihasilkan khas dan manis.
- Warnanya bervariasi sesuai dengan cara pengolahan.
- Memiliki tekstur yang lebih kasar dari arabika.
- Harganya sekitar Rp 18.000 per kg.
Kalau kopi arabica hanya bisa tumbuh di
ketinggian sekitar 800 – 1000 m dpal, sementara saudara dekatnya,
robusta tumbuh di ketinggian di bawah itu. Jika arabica tumbuh lebih
rendah dari 800 m dpal, dikuatirkan tanaman kopi ini tidak tahan
terhadap penyakit kopi, sementara sesuai namanya jenis satu lagi memang
lebih robust dari penyakit-penyakit kopi alias ndableg, sehingga
dinamakan robusta. Arabica sendiri jelas merujuk tempat di mana
asal-usul minuman ini berasal. Tanaman robusta di Indonesia kebanyakan
merupakan peninggalan jaman penjajahan Belanda. Uniknya, kopi arabica
yang tumbuh di satu daerah jika dicoba ditanam di daerah lain, akan
berubah aroma, rasa dan keunikannya. Misalnya kopi Gayo dibawa ke
Sulawesi, atau kopi Toraja dibawa ke Jawa, ditanam di tempat yang bukan
habitat aslinya, hasil panennya tidak akan sama lagi dengan induknya.
Apapun sistem penanaman itu, kopi arabica tadi akan berubah
karakteristiknya sesuai dengan tempat penanaman. Robusta di Indonesia
banyak ditanam di Sumatera bagian selatan, termasuk Lampung dan
sekitarnya, dan juga di Jawa. Indonesia cukup banyak menghasilkan kopi
ini dan salah satu pemasok penting dunia.
3. Kopi ekselsa, racemosa, dan liberica (african coffee)
Yang ini memang jarang sekali didengar,
apalagi dilihat, merupakan jenis kopi yang berada di antara arabika dan
robusta. Kopi tersebut saat ini masih dalam tahap pengembangan.
Konon kopi liberica merupakan “best of
the best” dari segala kopi di dunia ini. Sayangnya kopi liberica ini
sangat kecil volume yang beredar di dunia. Ajaibnya, kopi liberica ini
tanamannya termasuk tanaman hutan dan banyak terdapat di pedalaman
Kalimantan sana, dan sudah berabad lamanya menjadi minuman tradisional
suku Dayak di sana. Pohon liberica ini bisa mencapai ketinggian 30 m,
dan biji kopi liberica merupakan biji kopi dengan ukuran terbesar di
dunia. Kalau kopi excelsa, sayangnya saya tidak punya cukup referensi
untuk bercerita.
4. Kopi luwak
Merupakan kopi yang berasal dari biji
kopi arabika atau robusta yang dimakan oleh luwak. Luwak akan menelan
buah kopi (berwarna merah) dan memprosesnya dengan enzim yang ada di
perutnya. Biji dari buah kopi itu lalu terbuang bersama kotorannya. Biji
inilah yang dinamakan kopi luwak.
Kopi luwak dihargai sekitar Rp 350.000,
bahkan lebih, tergantung jenis kopi yang dimakan luwak. Kopi luwak
menjadi lebih istimewa karena luwak mencari buah kopi yang 90 persen
matang. Ia tidak melihat warna, tetapi menggunakan daya penciuman yang
tajam dan selalu mencari kopi pada malam hari. Dalam satu pohon kopi,
hanya 1-2 butir buah yang dimakan. Dengan begitu, kopi yang diambil oleh
luwak adalah kopi dengan nilai kematangan tertinggi, yang tentunya amat
berpengaruh pada rasa kopi nantinya.
Walaupun masih banyak kalangan yang sinis
dan berpendapat bahwa kopi luwak ini hanyalah mitos semata, tapi pada
kenyataannya kopi luwak memang satu-satunya kopi paling exotic dan
langka di dunia. Penghasil kopi luwak yang paling kuat hanyalah
Indonesia dan Phillipines. Di Indonesia masih kalah dengan Phillipines
yang sudah mulai menekuni dan mencoba menternakkan luwak ini, dan banyak
sekali para spesialis yang memiliki ilmu khusus melacak keberadaan
luwak di pegunungan-pegunungan.
Teknik Penyajian
Barangkali kita sering atau pernah
mendengar espresso. Nah, itu teknik penyajian kopi khas Italia. Di
Indonesia, tradisi minum kopi sudah cukup lama bahkan tua, yaitu kurang
lebih 300 tahun. Tapi entah mengapa, di daerah urban atau kota besar,
nyaris semua kafe menjagokan minuman espresso. Sementara kebanyakan
orang Indonesia hanya mengenal 2 jenis penyajian kopi, yaitu kopi tubruk
dan kopi instan.
Secara umum, teknik minum kopi yang
paling purba adalah merebus dan menyiram air panas ke dalam gelas yang
telah berisi bubuk biji kopi.
Yang pertama adalah
memasukkan bubuk biji kopi beserta hal lain (seperti gula atau rempah2)
atau juga bisa bubuk biji kopi saja ke dalam suatu wadah, sebut saja
panci (kadang disebut cezve, kanaka, Ibrik, dll), lalu disiram dengan
air, dan direbus di atas alat pemanas, bisa kompor, tungku kayu bakar,
dll.
Yang kedua, mudah saja,
tinggal memasukkan air ke dalam gelas yang sudah berisi bubuk biji kopi.
Diamkan beberapa menit, atau silakan diaduk langsung, dan secara
konvensional disepakati bahwa ampas dari penyeduhannya tidak dibuang
atau dikeluarkan dari gelas. Nah, yang kedua ini disebut sebagai Kopi
Tubruk. Kalo yang pertama disebut Turkis Coffee karena tradisi ini masih
dirayakan di sana, dan alat2nya juga masih dikembangkan di sana.
Setiap teknik penyajian penyeduhan kopi
memang memengaruhi rasa, selain ada faktor lain tentu saja. Salah satu
kekhasan teknik tubruk adalah waktu ekstraksi kopi lebih lama, selama
suhu air mampu mengekstraksikan bubuk biji kopi dan/atau waktu kita
menghabiskan kopinya. Karena hal itulah mengapa kadar kafein dari kopi
tubruk lebih tinggi daripada espresso.
Karena waktu ekstraksi tetap berjalan
itulah kadang rasa dan aroma kopi bisa tidak stabil. Di kafe-kafe kota
besar dan juga segelintir rumah tangga di kota besar, teknik penyajian
sudah tidak hanya berpaku pada tubruk, melainkan macam-macam. Di desa,
warung-warung kopinya (coffeeshop, cafe itu sama artinya dengan kedai
kopi atau warung kopi, beda bahasa dan kultur saja) tentu saja kopi
tubruk tetap menjadi pilihan utama. Di jakarta, Bandung, Medan,
Surabaya, Kalimantan, dan kota lain, kopi tubruk tetap hidup di warung
kopi yang tidak terlalu terpengaruh dengan citarasa atau citra Italia.
Buat sebagian orang, kopi tubruk sudah
ketinggalan zaman. Tapi, jika kita melihat bahwa minum kopi tidak
sekadar minum saja, melainkan membicarakan tradisi, tentu akan jadi lain
lagi melihat fenomena kopi tubruk itu sendiri.
Meski begitu, proses icip-coba atau lebih
dikenal bahasa Inggrisnya, cupping, menggunakan metode tubruk. Jadi,
bisa disimpulkan, untuk lebih komprehensif dan holistik dalam mengenal
karakter kopi, baik itu aroma, rasa, kepekatan, jejak rasa di lidah dan
rongga mulut, keseimbangan karakter, dll, metode tubruk tetap dijadikan
pilihan.
Menikmati kopi adalah hal pribadi. Dalam
arti nikmat atau tidaknya kopi yang kita minum bergantung pada selera
(lidah) kita. Tidak ada kebenaran tunggal bagaimana lidah kita menikmati
karakter kopi. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika kopi tubruk
dianggap sebagai teknik penyajian kopi yang tidak begitu baik atau
bagus, mengingat selera lidah dan juga kultur merupakan hal yang tidak
seragam.
Atau kopi Americano bisa dijadikan contoh
lain. Seperti yang sudah disinggung, di Italia ada espresso. Pada masa
Perang Dunia II, para tentara Amerika yang tidak begitu cocok dengan
espresso meminta kepada para barista atau penyaji kopi untuk menambahkan
air panas di kopi espresso mereka. Akhirnya, muncullah istilah
peyoratif Americano. Beda lidah, beda cara dalam menikmati sesuatu rasa
minuman, dalam hal ini kopi.
Meskipun demikian, kopi Tubruk adalah
identitas. Melalui kopi tubruk itu juga kita bisa melacak bagaimana
orang-orang di Indonesia sejak kurang lebih 300 tahun lalu merayakan
tradisi minum kopi. Kopi tubruk adalah monumen sejarah kopi di
Indonesia.
Bagaimana dengan kopi instant?!
Sifat dari kopi yang sudah digiling
adalah tidak larut dalam air, sehingga untuk kepraktisan dipikirkanlah
suatu cara untuk menjaga kenikmatan kopi sekaligus praktis. Pada tahun
1901, seorang warga negara Amerika keturunan Jepang, Satori Kato
menemukan metode freeze-dried kopi yang menjadi cikal bakal kopi instan.
Berikutnya, di tahun 1906 seorang ahli kimia Inggris, George Constant
Washington yang tinggal di Guatemala, menemukan metode untuk produksi
besar-besaran kopi instan ini. Barulah di tahun 1938 kopi instan
dikomersialkan dalam skala industri oleh Nescafe.
Kopi instan mayoritas terdiri dari
robusta yang dicampur dengan arabica dengan komposisi yang berbeda tiap
merek dan jenis yang ada di pasaran. Arabica menang di aroma, flavor dan
taste, tapi meninggalkan rasa asam di ujung lidah sehabis menyeruput
double-shot espresso. Sementara robusta memiliki keunggulan yang
dinamakan “body” yang kuat dan sedap. Body di sini bisa juga disebut
dengan ‘after-taste’ yaitu rasa yang ditinggalkan di lidah kita setelah
tetes terakhir dicecap. Rasa, bau dan aroma kopi yang menyenangkan akan
tinggal agak lama dan tidak ada jejak rasa asam. Masing-masing
keunggulan itulah yang dicoba dikombinasikan dengan blending ke 2 jenis
tersebut sesuai komposisi dan ‘ramuan’ tertentu sesuai dengan resep
masing-masing merek.
Dari berbagai sumber
Langganan:
Postingan (Atom)